Rabu, 10 Februari 2010

Paradoks Muslim Egois

Bicara masalah muslim egois, kita harus tahu dulu arti egois. Kalo saya lihat Oxford Advanced Learner Dictionary, egoism atau selfishness itu artinya hanya mempedulikan diri sendiri, tidak mempedulikan orang lain. Egois itu juga dekat sama narsis, yang artinya mencintai diri sendiri. Pasti ada yang bilang, yah kalo itu mah saya sudah tahu. Memang banyak sih yang sudah tahu, tapi ini penting agar tulisan ini bisa mengalir.

Menurut pendapat saya, Islam itu agama buat orang egois. Alasan untuk hal itu sangatlah jelas. Kita mati sendirian dan masuk surga sendirian. Sebanyak apapun amal orang lain, nggak akan berguna bagi kita, karena nggak bisa dipindahtangankan. Yang bisa menyelamatkan diri kita hanyalah amal kita. Pas kiamat nanti, nggak ada orang yang sempat memikirkan orang lain, karena mereka sibuk memikirkan diri mereka sendiri. Tidak ada jenis pertalian darah apapun yang bisa menyelamatkan seseorang dari neraka. Tidak ada persahabatan sekental apapun yang bisa menafikan dosa pribadi kita. Untuk itulah, jadilah muslim egois

Untuk mulai menjadi muslim egois, kita harus ingat satu hal. Tidak ada tindakan kita yang lepas dari Sunnatullah. Itu berarti termasuk juga janji Allah mengenai surga dan neraka. Karena itu faktor pahala dan balasan baik sangat penting bagi muslim egois. Satu-satunya cara menyelamatkan diri sendiri dan mendapatkan kesenangan tanpa batas adalah dengan menuruti segala perintah Allah. Kita harus sholat, zakat, puasa, haji kalo mampu, yah pokoknya kita harus lakuin semua ibadah wajib. Syahadatnya kok dilewatin? Namanya juga muslim, masak syahadat masih harus disebutkan juga? Ibadah mahdhoh saja nggak cukup, kita juga harus menuruti perintah-perintah non-mahdhoh yang lain. Menutup aurat, tidak memakan riba, tidak mencuri, tidak berzina, tidak makan makanan yang haram, berbakti kepada kedua orang tua, selanjutnya sebut aja sendiri. Capek kalo disuruh nyebut satu-satu.

Apakah itu semua sudah cukup? Sayangnya saya juga tidak yakin. Memang benar, mereka yang melakukannya secara konsekuen akan dijamin masuk surga. Bahasa sahabat Rasulullah, tidak menambah dan tidak mengurangi. Tapi, siapa yang nggak pernah berbuat salah? Itu berarti, kita harus menambah yang wajib dengan yang sunnah. Lalu, apa yang sunnah itu? Masak nggak tau? OK deh saya sebutin beberapa di antaranya. sholat sunnah, puasa sunnah, sadaqah, menahan amarah, senyum di hadapan orang lain, mengucapkan salam, yah kira-kira begitu deh. Jangan lupa, kalo ada tetangga yang miskin dibantu. Umar bin Khattab menyalahkan tetangganya gara-gara seorang miskin mencuri.

Nah, kalo sekarang pasti udah cukup nih. Hmm, gimana ya, nggak ada yang tahu persis apakah amal kita sudah cukup atau belum. Bisa jadi cukup, bisa jadi nggak. Buat yang nganggap cukup, tetep perlu ditambah dong. Katanya kita cinta sama diri sendiri, masak cukup dengan surga tingkat bawah? Tambah dong, biar kenikmatan surga juga berlipat-lipat. Hoii, kenikmatan kekal. Jangan lupakan itu. Kata Rasulullah, orang dapat hidayah gara-gara kita itu lebih baik dari bumi dan seisinya. Nah, kebayang nggak tuh? Kalo tambangnya Freeport aja baru satu gunung emas, apa jadinya seluruh bumi ini? Kita belum nyebutin gunung permata lho.

Karena itu, kita harus bikin orang lain dapat hidayah. Kebalikannya juga berlaku, kita nggak boleh bikin orang lain kehilangan hidayah. Caranya, pasti semua udah tahu, amar ma’ruf nahi munkar. Tenang aja, kita khan egois, nggak usah berpikir mereka dapat hidayah beneran apa nggak. Yang penting usaha kita, udah bener apa belum. Kalo ada perempuan yang belum pake jilbab, ajakin pake jilbab. Kalo ada teman yang belum sholat, ajakin sholat. Kalo ada teman kita suka bawa inventaris kantor ke rumahnya, ya diingatkan dong. Eh, kalo masalah kita liat kesalahan orang lain, ini adalah kasus khusus lho. Kalo kita mendiamkan saja, maka kita akan kena dosa. Memang kita egois, karena itu kita harus ingetin orang supaya nggak berbuat salah. Kalo dia berbuat kesalahan itu di belakang kita, peduli amat. Yang penting kita masuk surga dan dapat fasilitas terbaik di sana.

OK, apa lagi yang bisa kita lakukan sebagai seorang muslim egois? Cari istri yang bisa bikin kita masuk surga. Karena itu, kita harus cari istri yang baik. Yang ngomel-ngomel kalo kita pulang sambil mabuk. Yang nangis dan membanting semua piring kalo kita ketauan selingkuh. Jelas aja, mabuk sama selingkuh khan haram. Lha kalo dia yang selingkuh gimana? Baca kembali paragraf di atas. Diingetin, karena kalo didiemin berarti kita ikut dosa. Kalo nggak bisa diingetin? Ya cerai aja. Orang dia suka selingkuh gitu, mana bisa bikin kita masuk surga? Nah, sebagai amal tambahan, ingat kata-kata Rasulullah. Beliau itu orang yang baik sama istrinya. Sebagai seorang egois sejati, kita juga harus baik sama istri kita. Kalo udah punya anak? Anak itu titipan kita. Kalo nggak dididik baik-baik nanti kita yang disalahin sama Allah, nggak jadi masuk surga deh. Mau kyai kayak apa, kalo anak dilupakan, masuk surganya juga jadi seret.

Nah, yang wajib udah, yang sunnah juga udah, amar ma’ruf nahi munkar udah, masalah keluarga udah, lalu apa lagi? Itu semua khan kita lakukan sendirian. Nah, setiap hal yang kita lakukan sendirian itu nggak akan optimal. Kita harus melakukan beberapa hal bareng-bareng, supaya masuk surganya juga bisa semakin tinggi. Orang sendirian itu ibarat kambing yang tertinggal dari kawanannya. Bisa-bisa dimakan serigala! Karena itu, cari kawan-kawan dan lingkungan yang baik. Bergaullah sama mereka, supaya kita kena getahnya. Yang paling penting ya itu tadi, supaya tidak dimakan serigala.

Masih ingat sama amar ma’ruf nahi munkar? Kalo dilakuin sendirian, tentu aja berat. Coba aja kita teriak-teriak sendirian di pusat kota, “Tegakkan Syariat Islam!”. Pasti akan dianggap orang lain kurang kerjaan. Nah, kita harus memanfaatkan orang-orang baik di sekitar kita supaya bisa melakukannya sama-sama. Kadangkala, jumlah yang lebih banyak bisa meningkatkan efektivitas kerja berlipat-lipat. Nggak percaya? Tanya aja sama Kent Beck dengan Pair Programmingnya. Atau tanya aja sama pemain ganda bulutangkis seberapa pentingnya kawan di samping mereka. Kita memang butuh orang lain untuk mendapat hasil yang lebih besar. Kalau bahasa kita ya, memanfaatkan tenaga orang lain. Yah, lagi pula kita diperintahkan sama Allah untuk berjuang di barisan yang rapi lho. Kalo sendiri-sendiri, mana bisa jadi barisan yang rapi?

Trus, apa lagi yang bisa kita tingkatkan nih? Eh, tau nggak, kalo pahala kita itu mengalir terus selama orang yang kita ajak berbuat baik terus melakukan perbuatan baik itu? Keren khan. Bagaimana seandainya orang itu kita ajak untuk berbuat baik pada orang? Bukannya itu berarti kita punya pohon pahala dengan daun yang sangat lebat? Tonton deh film Pay It Forward. Kita akan tahu betapa kerennya amar ma’ruf nahi munkar secara berantai. Kalo Pay It forward cuma bilang tiga, kita boleh kok nambah sendiri jumlah orang yang kita bantu. Lima juga boleh, enam nggak masalah, sepuluh juga nggak ada yang nglarang. Yah, intinya mirip kayak MLM lah.

Tapi, harus diingat juga, dakwah berantai gini ada titik jenuhnya. Muslim yang paling baik adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain. Kalo kita ngajak sholat sama yang udah sholat, menekankan pentingnya menutup aurat sama orang yang sudah menutup aurat, ya nggak ada manfaatnya bagi mereka. Intinya, kalo kita ngajak yang baik-baik sama orang yang sudah baik, nggak bakalan ngaruh. Diajak nggak diajak mereka tetap baik. Kalo udah begini, berarti “laba dakwah” sudah mulai menurun. Ini saatnya kita cari lahan potensial yang lain, supaya keuntungan juga jadi maksimal. Cari yang belum ngaji. Cari yang belum sholat. Cari mereka-mereka yang belum peduli soal agama. Tetep, kita harus ingat sama dua hal. Prospek cerah rencana payah bukan hal yang bagus. Prospek cerah tapi modal pas-pasan juga nggak bakal bisa berkembang. Harus punya modal dan rencana matang dulu untuk menggarap pasar-pasar potensial ini. Itu kalo kita sudah bosan bersaing dengan keuntungan minimal di pasar jenuh.

Wah, sudah habis semua, mau ngapain lagi? Nah, ini nih yang terakhir. Sebuah hadis dari Rasulullah yang mirip sama “Imperative Rule of Kahn”. Tidak sempurna iman seseorang hingga dia mencintai orang lain sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri. Tidak sempurna iman berarti nggak bisa masuk surga paling tinggi dong? Jelas begitu. Tapi, ini berarti kita harus membuang semua keegoisan yang kita pakai sejauh ini. Gimana tidak? Ternyata cara paling baik untuk mencintai dan menyayangi diri sendiri adalah dengan mencintai dan menyayangi orang lain. Bukankah ini sebuah paradoks? Ehmm, saya malah berpikir ini bukan saja sebuah paradoks, tapi sebuah kontradiksi. Untuk jadi orang egois yang paling baik kita harus tidak egois? Kalo egois tadi dikatakan HANYA mempedulikan dan mencintai diri sendiri, maka kita telah dapat kesimpulan bahwa HANYA dengan TIDAK EGOIS lah kita mencintai diri kita dengan cara yang terbaik. Kalo Stephen Covey bilang, Berpikir Menang-Menang.

0 komentar:

Posting Komentar